Robert Donmoyer (dalam Given, 2008: 713) adalah " Pendekatan terhadap kajian empiris untuk mengumpulkan, menganalisa, dan menampilkan data dalam bentuk numerik daripada naratif. "
Cooper & Schindler (2006: 229), " Riset kuantitatif mencoba melakukan pengukuran yang akurat ter-hadap sesuatu."
Penelitian kuantitatif sering dipandang sebagai antitesis atau lawan dari penelitian kualitatif. Sebenarnya pembedaan kualitatif-kuantitatif tersebut " agak menyesatkan" .
Alasan Donmoyer banyak peneliti kuantitatif tertarik mempelajari aspek-aspek kualitatif dari fenomena. Mereka melakukan kuantifikasi gradasi kualitas menjadi skala-skala numerik yang memungkinkan analisis statistik. Pelabelan kuantitatif dan kualitataif juga menyesatkan karena para peneliti kualitatif tidak bisa sama sekali menghindari kuantifikasi. Misalnya, ketika mereka menggunakan istilah kadang - kadang, sering, jarang, atau tidak pernah, sebenarnya mereka telah melakukan semacam kuantifikasi dalam bentuk yang kurang tepat.
Lebih jauh lagi, ada peneliti kualitatif yang bergerak melampaui bentuk kuantifikasi primitif dengan menyebar-kan kuesioner dan melaporkan hasil penelitian dalam bentuk statistik deskriptif. Data numerik ini dipakai dalam penelitian kualitatif sebagai bagian dari triangulasi atas temuan-temuan kualitatif dan/atau untuk menentukan apakah hasil wawancara mendalamkonsisten dengan pandangan mereka yang tidak diwawancarai karena alasan lamanya waktu dan banyaknya tenaga yang dikeluarkan.
Spektrum penelitian ini dengan tegas memberi arahan dasar dan langkah penelitian sehingga dapatlah disusun kerangka penelitian sebagai berikut :
A. Judul Penelitian
Judul penelitian yang baik mencerminkan keterkaitan antara variabel-variabel yang akan diteliti. Judul tidak perlu panjang lebar sebab keterangan-keterangan yang berhubungan dengan judul dapat diberikan dibagian yang membahas ruang lingkup masalah. Bilamana perlu, judul dapat diikuti sub judul, dengan himbuhan kata-kata seperti “suatu studi mengenai……”, ‘suatu survai tentang……” dan sebagainya.
B. Latar Belakang
Latar belakang yang digunakan dalam usulan penelitian diperlukan agar orang dapat memahami konteks atau lingkungan, faktor-faktor yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. Jadi segala informasi yang berhubungan dengan permasalahan tersebut dikemukakan dengan maksud agar orang lebih mudah menghayati situasi dan kondisi di mana masalah-msalah tersebut timbul atau terjadi. Informasi mengenai latar belakang tidak perlu penjang lebar melainkan singkat tapi jelas agar tidak membosankan. Seringkali peneliti perlu memberikan uraian kronologi dan logis dalam bentuk urutan paragraf yang teratur. Urutan informasi ini memerlukan organisasi pemikiran yang cermat yang harus dituangkan dalam kalimat yang efektif dan menarik. Uraian harus secara eksplisit dapat mengungkapan adanya kesenjangan antara das sollen dan das sein, sehingga muncul suatu keinginan meneliti adalah untuk dapat menutupi atau setidak-tidaknya memperkecil kesenjangan tersebut. Pemilihan masalah yang diteliti biasanya menggunakan dua pertimbangan yaitu : pertimbangan dari arah masalah atau dari sudut obyektif dalam arti sejauh mana penelitian terhadap masalah tersebut memberikan sumbangan, baik pada perkembangan teori maupun pemecahan masalah-masalah praktis, dan pertimbangan dari arah peneliti tersebut seperti biaya dan alat-alat yang tersedia, waktu, bekal kemampuan, serta penguasaan metode yang diperlukan.
C. Masalah
Masalah penelitian sebaiknya menanyakan keterkaitan antara variable-variabel yang akan diteliti, baik untuk penelitian yang bersifat deskriptif / ex post facto maupun yang bersifat eksperimen. Dengan perkataan lain, masalah penelitian merupakan pertanyaan peneliti yang mendorongnya untuk mengadakan penelitian. Karena itu masalah penelitian (research question) harus dirumuskan secara spesifik agar dapat menjadi penuntun bagi peneliti di lapangan. Peneliti yang belum berpengalaman pada umumnya ingin meneliti masalah yang terlalu luas dan terlalu banyak hingga akhirnya tidak mampu melaksanakannya. Karena itu para peneliti harus senantiasa berhati-hati sebelum menentukan masalahnya agar jangan sampai meneliti masalah yang terlalu luas, terlalu banyak dan tidak benar-benar diketahui sehingga akhirnya tidak mampu melanjutkannya. Peneliti juga harus selalu ingat bahwa masalah yang diteliti harus ilmiah dan dapat diteliti (researchable). Mulai dari sinilah peneliti harus mempedomani diri dengan prinsip-prinsip ilmiah yang sudah harus dikuasainya, yang dia dapatkan dari kajian-kajian saat mendalami dan mempelajari filsafat keilmuan.
Perumusan masalah harus terkait dengan latar belakang masalah yang telah diungkap. Perumusan masalah pada hakikatnya bisa dirumuskan dengan kalimat pernyataan (statement/declaration) dan dapat juga dirumuskan dengan kalimat pertanyaan (question). Pada penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif, lazimnya perumusan masalah menggunakan kalimat pertanyaan, sehingga perumusan masalah tersebut dapat diukur (testable), seperti contoh, seberapa besar determinasi bakat akurasi (ketelitian) terhadap penguasaan keterampilan menolong persalinan. Atau, apakah terdapat pengaruh yang signifikan penerapan metode problem based learning dalam meningkatkan prestasi belajar asuhan kebidanan pada para mahasiswa akademi kebidanan.
D. Tujuan
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa tujuan penelitian adalah untuk mencari informasi empiris, obyektif, logis mengenai sesuatu atau menentukan keterkaitan antara variable-variabel yang dipermasalahkan. Dengan demikian maka tujuan penelitian yang dirumuskan harus mencerminkan dan konsisten dengan masalah-masalah yang dikemukakan sebelumnya. Jelaslah bahwa penelitian yang akan dilaksanakan mengarah pada jawaban-jawaban terhadap pertanyaan yang telah dinyatakan dalam masalah. Tujuan tersebut harus pula dirumuskan secara jelas agar hubungan antara tujuan dan masalah yang tersurat tampak. Tujuan yang telah dirumuskan satu demi satu secara terperinci akan menjadi patokan untuk mengetahui apakah penelitian tersebut sudah selesai dilaksanakan secara lengkap atau belum.
E. Kerangka Teori , Hasil Penelitian yang Relevan dan Kerangka Berpikir.
Dalam proses tersebut ia akan menemui berbagai hasil penelitian, teori, dan permasalahan untuk memudahkan tentukan masalah diteliti. Setiap penelitian masalah, mempunyai kaitan dengan teori. Teori-teori yang terdapat d0alam literatur seringkali berlawanan sifatnya. Perbedaan (gaps) antara teori-teori tersebut merupakan masalah yang dapat diteliti. Perbedaan tersebut, apabila dirumuskan dapat menjadi masalah penelitian. Dengan kata lain masalah dan hipotesis penelitian harus mempunyai landasan teori. Perlu diingat bahwa penelitian kuantitatif bertujuan untuk menguji teori melalui apa yang disebut "verifikasi hipotesis ".
Pengkajian dan penelusuran berbagai teori adalah dalam rangka menentukan teori dasar yang akan digunakan peneliti untuk meneliti variabel yang dikonstruksikan. Setiap variabel yang akan diteliti seyogyanya memiliki kontruksi dasar teori. Hal ini sangat penting karena untuk selanjutnya (dalam penelitian kuantitatif) teori yang digunakan akan menentukan arah penelitian tersebut, baik menyangkut instrumentasi yang digunakan (dalam proses perancangan maupun validasinya), perumusan hipotesisnya, maupun tahapan verifikasinya. Setelah peneliti mengemukakan teori-teori yang berhubungan dengan variabel yang diteliti (masalahnya) maka ia dapat mendeduksikan konsep-konsep yang terdapat di dalamnya. Setiap teori berisi konsep, karena itu konsep tersebut harus dijelaskan di dalam bagian ini agar orang mengetahui dasar atau inti teori tersebut. Dalam bagian ini sering digunakan diagram-diagram untuk menjelaskan konsepnya.
Kajian hasil penelitian yang relevan merupakan suatu langkah penting untuk memperkaya pengetahuan peneliti. Dalam kasanah metodologi antara kajian teori dengan kajian empirik tersebut adalah koheren. Kajian-kajian tersebut (baik teori-empirik) merupakan modal argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan membentuk konstelasi yang dapat dirumuskan dalam kerangka berpikir, yang disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan.
F. Hipotesis
Hipotesis adalah praduga ataupun asumsi yang harus diuji melalui data atau fakta yang diperoleh melalui penelitian. Dengan demikian hipotesis merupakan penuntun bagi peneliti dalam menggali data yang diinginkan. Hipotesis merupakan jawaban sementara atau dugaan jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan, yang pada hakikatnya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan. Secara konsep, hipotesis dapat diartikan sebagai pernyataan mengenai keadaan populasi yang akan diuji kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari sampel penelitian. Secara statistik hipotesis merupakan pernyataan mengenai keadaan parameter yang akan diuji melalui statistik sampel. Hipotesis biasanya juga mengandung prediksi, dan ketepatan prediksinya akan sangat tergantung kepada tingkat kebenaran dan ketepatan landasan teori yang mendasarinya. Secara umum hipotesis sebenarnya menyangkut dua hal yaitu tentang hubungan dan tentang perbedaan, tetapi perumusannya dapat beraneka ragam. Dalam penelitian kuantitatif yang paling perlu diperhatikan adalah jenis rumusan hipotesis tersebut, apakah suatu hipotesis dirumuskan secara direksional atau non direksional. Hal ini penting diperhatikan karena menyangkut uji signifikansi yang akan diterapkan, yaitu; uji satu arah (one tail) untuk hipotesis direksional, atau uji dua arah (two tail) untuk hipotesis nondireksional, di samping kedua jenis rumusan hipotesis dimaksud akan menuntut arah kajian teori yang berbeda.
Menurut fungsinya hipotesis terdiri dari hipotesis teoretik dan hipotesis penelitian. Perlu disadari bahwa penelitian kuantitatif bertujuan untuk menguji teori yang sudah ada. Teori tersebut kemudian dirumuskan ke dalam hipotesis untuk diuji dengan sampel yang ditentukan oleh peneliti. Hipotetsis yang diuji dalam penelitian adalah hipotesis nol. Hipotesis nol pada hakekatnya adalah hipotesis yang menyatakan tidak ada hubungan atau tidak ada perbedaan (hypotesis of no relation, hypotesis of no difference). Peneliti dalam hubungan ini mempunyai praduga atau asumsi bahwa data yang diperolehnya akan menunjukkan sebaliknya. Karena itu hipotesis penelitian akan menyatakan gagasan sebaliknya, yaitu: ada hubungan atau ada perbedaan.
Berdasarkan pengertian di atas muncul tiga macam pendapat diantara para peneliti, yaitu:
(1) karena hipotesis nol bunyinya selalu sama untuk semua penelitian, maka hipotesis nol tidak perlu disebutkan dalam usaha penelitian,
(2) karena hipotesis penelitian dapat diketahui dari hipotesis nol dan karena hipotesis nol adalah hipotesis yang diuji, maka hipotesis penelitian tidak perlu dicantumkan dan hanya hipotesis nol yang dicantumkan, dan (3) adalah mencantumkan kedua jenis hipotesis tersebut baik dalam rumusan narasi maupun dalam rumusan statistiknya. Dalam prakteknya ketiga pendapat tersebut digunakan tanpa masalah, dengan demikian peneliti boleh memilih salah satu dari ketiga pendekatan tersebut dan menggunakannya secara konsisten.
Seperti disebutkan di atas, menurut sifatnya, hipotesis penelitian dapat berupa hipotesis yang mengarah (directional) dan dapat juga berupa hipotesis yang tidak mengarah (non-directional). Hipotesis yang mengarah menunjukkan arah asumsi penelitian, misalnya; semakin tinggi IQ peserta didik, semakin tinggi prestasi belajarnya. Sebaliknya hipotesis yang tak mengarah menunjukkan tidak adanya arah asumsi peneliti, misalnya; terdapat perbedaan antara kelompok x dengan kelompok y, tanpa menyebutkan yang mana lebih tinggi.
Menurut bentuknya; hipotesis dapat berupa pernyataan simbolik dan pernyataan verbal. Dalam usulan penelitian kedua bentuk hipotesis ini harus dicantumkan.
F.1 Penelitian eksperimen : Hipotesis Statistik
Hipotesis nol: H0 : N1 = U2
Hipotesis alternatif : H1 : N1 > U2
Hipotesis penelitian
Hipotesis nol : Kelompok X sama prestasinya dengan Y
Hipotesis penelitian : Kelompok X lebih tinggi prestasinya dari pada kelompok Y
F.2 Penelitian deskriptif
Hipotesis Statistik
Hipotesis nol : H0 : rxy = 0
Hipotesis alternatif : H1 : rxy > 0
Hipotesis penelitian
Hipotesis nol : H0 : Tidak terdapat hubungan (korelasi) antara variabel x dengan variabel y.
Hipotesis penelitian : Terdapat hubungan (korelasi) antara variabel x dengan variabel y
G. Identifikasi dan Definisi Variabel
Variabel dapat diartikan sebagai suatu totalitas gejala atau obyek pengamatan yang akan diteliti. Maka dari itu dilihat dari fungsinya, variabel dapat diklasifikasikan menjadi : variabel bebas (prediktor), variabel kontrol, variabel moderator, variabel penyela dan variabel tergantung (kriterium). Bila variabel ini digambarkan dalam suatu model (konstelasi) penelitian nantinya, penempatan (klasifikasi) variabel sangat ditentukan dari paradigma teori yang melandasinya, dan untuk itulah sangat diperlukan wawasan, pengalaman dan ketelitian serta keterampilan peneliti. Seperti contoh model (konstelasi ) penelitian dapat berbentuk
Mengenai perumusan definisi variabel, menyangkut perumusan definisi konsep variabel dan menyangkut pula perumusan definisi operasional variabel tersebut. Perumusan definisi konsep variabel harus konsisten dengan simpulan teori yang mendasari penelitian variabel bersangkutan, biasanya menyangkut masalah pengertian variabel tersebut secara definitif, dimensi dan indikator yang melingkupi variabel tersebut. Sedangkan definisi operasional variabel, menyangkut pengukuran variabel tersebut, dan pernyataan pringkat/skala data yang dikumpulkan (nominal, ordinal, interval, atau rasio). Definisi operasional variabel ini akan sangat menentukan bagaimana suatu instrumen variabel itu dirancang, dan bagaimana rancangan data tersebut dikumpulkan, dan hal tersebut akan memberikan arah bagaimana formula analisis yang akan digunakan.
Bila ditelusuri lebih jauh, bermacam-macam cara dapat digunakan untuk menyusun definisi operasional, dan antara lain adalah :
(a) pola I, yaitu definisi yang disusun berdasarkan atas kegiatan-kegiatan (operasi) yang harus dilakukan agar hal yang didefinisikan itu terjadi, contoh : pembelajaran model jigsaw adalah pembelajaran yang dikelola dengan langkah-langkah umum sbb……Hasil pembelajaran tersebut dilihat pada prestasi belajar peserta didik, yang diukur melalui tes, dan data yang dikumpulkan dalam skala interval.
(b) pola II, yaitu definisi yang disusun atas dasar bagaimana hal yang didefinisikan itu beroperasi, contoh: Inteligensi adalah kemampuan potensial yang dimiliki oleh peserta didik yang berpengaruh terhadap cara pemecahan masalah yang dihadapi secara cepat, tepat dan adequat. Inteligensi peserta didik diukur melalui tes inteligensi standard progresive matriks dan data yang dikumpulkan dalam skala interval. dan
(c) pola III, yaitu definisi yang dibuat berdasarkan atas bagaimana hal yang didefinisikan itu tampak, contoh : kecemasan terhadap sekolah adalah penolakan untuk pergi belajar di sekolah. Kecemasan terhadap sekolah diukur dengan observasi atau wawancara, dan data yang dikumpulkan dalam skala nominal (sangat cemas, cemas dan kurang cemas).
H. Rancangan Penelitian
Rancangan (desain) pada hakikatnya mencakup abstraksi isi dan ruang lingkup (the design is content and scope of the study). Rancangan (desain) penelitian tergantung pula pada pendekatan yang digunakan pada subyek penelitian dalam kaitan dengan eksistensi variabel yang diteliti. Eksistensi variabel yang dimaksud apakah variabel yang akan diteliti dimunculkan secara sengaja (dimanipulasi) oleh peneliti dalam suatu eksperimen ataukah variabel yang diteliti adalah variabel yang telah ada secara wajar pada subyek yang diteliti (ex post facto). Di samping hal di atas, penggambaran konstelasi rancangan penelitian akan dipengaruhi pula oleh jumlah (banyaknya) dan status variabel yang dilibatkan dalam penelitian, sehingga akan terkait dengan identifikasi variabel penelitian dan sudah tentunya juga dengan hipotesis yang dirumuskan. Penggambaran konstelasi rancangan penelitian dari kedua pendekatan tersebut seperti digambarkan pada identifikasi variabel di atas.
G. Pemilihan dan Pengembangan Alat Pengumpul Data
Kualitas alat pengumpul data sangat menentukan kualitas data yang didapatkan, dan pada akhirnya akan menentukan kualitas hasil suatu penelitian. Oleh karena itu instrumentasi ini harus mendapatkan penggarapan yang cermat, sehingga memenuhi syarat-syarat sebagai alat ukur yang baik. Untuk itu biasa dituntut validasi instrumen (yang menyangkut validitas content, concurrent, predictive dan construct, serta menyangkut tingkat reliabelitas baik dengan KR 20, 21, Hoyts, Koefisien Alpha, Split-half, test-retest, dan sebagainya) dari alat pengumpul data yang akan digunakan. Peneliti harus dapat dengan cermat memilih dan menggunakan prosedur itu sesuai dengan karakteristik alat ukurnya. Jika sekiranya peneliti tinggal memakai alat pengumpul data yang sudah diakui validitas dan reliabilitasnya, masih juga merupakan keharusan baginya untuk melaporkan dan memberikan informasi mengenai tingkat validitas dan reliabilitas penelitian terdahulu atau mungkin berdasarkan kesepakatan-kesepakatan tertentu.
H.Rancangan Sampling
Sejak awal peneliti harus menentukan populasi penelitiannya. Karena itu ia harus mendefinisikan populasi agar orang mengetahui kemana hasil penelitian tersebut dapat digeneralisasikan. Populasi terdiri dari populasi teoretis dan populasi terjangkau. Populasi teoretis adalah semua subjek baik yang secara langsung maupun tidak langsung akan diteliti dan kemana hasil penelitian dapat digeneralisasikan. Populasi terjangkau adalah semua subyek yang (bila perlu) dapat dijangkau secara langsung.
Karena populasi biasanya terlalu banyak untuk diteliti maka peneliti dapat menggunakan sebagian saja dari populasi. Sudah barang tentu sampel tersebut harus dapat mewakili populasi. Peneliti dapat menggunakan teknik statistik untuk mengetahui apakah sampel yang digunakan representatif atau tidak. Dalam kaitan dengan itu, penentuan sampel dari suatu studi sampling pada hakikatnya selalu mengandung resiko kesalahan (sampling error), karena generalisasi dari sampel ke populasi selalu mengandung resiko bahwa terdapat kekelituan atau ketidak tepatan, karena sampel tidak mungkin mencerminkan secara persis keadaan populasi. Makin besar ketidaksamaan sampel dengan populasi, maka makin besar pula kemungkinan kekeliruan dalam generalisasi. Maka dari itu masalah representatifnya sampel sangat perlu dicermati. Sehubungan dengan itu ada beberapa teknik penentuan sampel, yang pada dasarnya menjadi dua gugus yaitu : sampling probabilitas (probability sampling) dan sampling nonprobabilitas (nonprobability sampling). Dari masing-masing gugus tersebut telah diciptakan berbagai teknik lagi, yang sangat memungkinkan peneliti memilih sesuai dengan keperluan. Untuk mendukung penggunaan dari berbagai teknik itu, dalam rangka mempertinggi tingkat representativeness sampel, sangat perlu dipertimbangkan beberapa hal yaitu : variabilitas populasi, besarnya sampel, teknik penentuan sampel, dan kecermatan memasukkan ciri-ciri populasi. Mengingat adanya keterbatasan yang dimiliki peneliti, dapat terjadi ketidak sempurnaan pemenuhan keempat hal di atas, sehingga kesalahan sampling hampir selalu ada. Maka dari itu muncul kebutuhan untuk memperhitungan atau setidak-tidaknya memperkirakan besar kecilnya kekeliruan tersebut, yang biasa disebut dengan analisis kekeliruan atau simbangan baku estimasi dari distribusi sampling. Salah baku estimasi dapat dianggap estimator yang baik (di bawah pengendalian) bila distribusi sampling statistiknya merupakan distribusi normal. Distribusi sampling statistik akan normal jika distribusi skor dalam populasinya merupakan distribusi normal dan sampel diambil secara rambang. Akan tetapi, distribusi suatu statistik akan mendekati distribusi normal, tidak peduli bentuk distribusi populasinya normal atau tidak asal sampel penelitiannya cukup besar.
Mengenai gugus sampling seperti yang disinggung di atas, dijabarkan dalam beberapa teknik, dan untuk pengambilan sampel peneliti memilih teknik yang tepat. Teknik tersebut ada yang didasarkan atas probabilitas ada pula yang didasarkan atas nonprobabilitas (nonprobability sampling). Probabilitas sampling (probability sampling) terdiri dari :
(1) rambang sederhana (simple random sampling;
(2) rambang strata (stratified random sampling);
(3) kluster (cluster sampling). Nonprobabilitas sampling (nonprobability sampling) terdiri dari :
(3.1) purposif sampling (purposive sampling);
(3.2) kuota sampling (quota sampling);
(3.3) eksidental sampling (Accidental sampling).
I. Analisis
Apabila kita akan mengadakan penelitian kuantitatif kita harus dapat memahami dan menggunakan rumus-rumus tertentu yang sering diperlukan untuk pengolahan data.memang kita dapat menggunakan kalkulator ataupun komputer untuk menghitung, namun kita yang harus menentukan macam data yang mana dan rumus yang mana yang harus kita pilih untuk mengolah data agar informasi yang kita inginkan dapat kita peroleh. Biasanya kesulitan terletak dalam penentuan macam data yang cocok dengan rumus yang diperlukan dan memilih rumus yang akan dapat mengolah informasi agar dapat memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan. Di samping itu peneliti juga harus menggunakan instrumen yang cocok dengan macam data yang dicari.
Perlu diketahui data dapat diklasifikasikan menjadi
Data nominal, yaitu data yang menunjukkan frekuensi dari suatu atribut. Misalnya, 80 orang menyatakan setuju sedangkan 20 orang menyatakan tidak setuju.
Data ordinal, yaitu data yang menunjukkan urutan atau ranking, misalnya nomor 1, nomor 2, nomor 3, dan seterusnya.
Data interval, adalah data yang menunjukkan jarak misalnya Hari mempunyai IQ 60, Ali mempunyai IQ 80, Tuti 100, sedangkan Susi 120. perbedaan jarak IQ Hari, Ali, Tuti, dan Susi adalah sama yaitu 20, akan tetapi ini tidak berarti bahwa Susi 2 kali lebih pandai dari Hari. Contoh lain, misalnya Dadang memperoleh nilai 40 dalam suatu tes matematika, sedangkan Memet memperoleh 80, ini tidak berarti Memet 2 kali lebih pintar dari pada Dadang dalam matematika. Hal ini disebabkan karena dasar penentuan angka-angka tersebut mutlak (hanya arbitrary).
Data rasio, adalah data yang mirip dengan data interval, akan tetapi dasar penentuannya mutlak (tidak arbitrary). Jadi, sebungkus gula yang berbobot 4 kilo adalah dua kali lebih berat dari pada bungkusan gula seberat 2 kilo. Atau, dua kilo adalah separuh dari empat kilogram. Data rasio kebanyakan terdapat dalam bidang science, sedangkan data sosial biasanya hanya sampai data interval saja.
Rumus-rumus yang sering digunakan dalam penelitian deskriptif meliputi : r atau untuk korelasi, 2 (Chi kuadrat), regresi dan sebagainya. Sedangkan rumus-rumus yang sering diperlukan untuk penelitian eksperimental meliputi: t, , dan sebagainya.
Dengan demikian, dalam kaitan dengan di atas dapat dikatakan bahwa dalam penelitian kuantitatif analisis data didominasi (bahkan sering dianggap merupakan ciri utama) penggunaan rumus-rumus statistik di dalamnya. Akan tetapi perlu diingat bahwa penggunaan statistik dalam hal ini adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan penelitian. Sudah tentunya rumus mana yang akan dipilih/digunakan oleh peneliti sangat tergantung pada tujuan penelitiannya, karakteristik data dan variabel yang akan dianalisis, di samping kemampuan (pengetahuan) peneliti mengenai hal tersebut haruslah memadai. Sangat penting diketahui pula bahwa penggunaan statistik menuntut adanya data kuantitatif, dan untuk tidak terjadinya kerancuan terhadap data kuantitatif itu perlu disepakati beberapa hal yang prinsip yaitu, data didapatkan dari suatu proses pengukuran. Dalam bidang pengukuran dikenal adanya skala pengukuran. Skala pengukuran yang digunakan dalam pengertiannya mengandung data itu sendiri dan variabel yang dicerminkan oleh data tersebut, sehingga dalam konteks itu sering skala pengukuran disebut dengan variabel pengukuran. Skala pengukuran yang dimaksud telah disebutkan di atas yaitu, berupa skala nominal, skala ordinal, skala interval dan skala rasio. Karena dalam skala pengukuran itu secara langsung telah terkandung data (kuantitatif atau yang dikuantifikasi) dan variabel yang dicerminkan oleh data itu, maka akan sering pula dijumpai istilah variabel nominal, variabel ordinal, variabel interval, dan variabel rasio.
Dalam hubungan dengan klasifikasi data kuantitatif di atas, maka analisis statistiknya dapat dikatagorikan dalam dua jenis yaitu : statistik parametrik (untuk menganalisis data dalam skala interval dan rasio), dan statistik nonparametrik (untuk menganalisis data dalam skala nominal dan ordinal). Malah untuk mempermudah pemilihan jenis rumus statistiknya disediakan tabel untuk itu.
elanjutnya dalam analisis data pada penelitian kuantitatif, sering pengujian hipotesis muncul sebagai bagian tersendiri. Secara statistik, pengujian hipotesis pada umumnya menggunakan serangkaian keputusan menerima atau menolak hipotesis yang diajukan. Aturan keputusan ini didasarkan pada distribusi sampling statistik yang akan diuji, dengan pengandaian sekiranya semua kombinasi sampel dari populasi telah diselidiki dan dicari statistiknya. Distribusi sampling yang demikian tentu lebih merupakan distribusi teoretik dari pada distribusi empirik. Hal ini terjadi karena penelitian dilakukan hanya pada beberapa sampel dan keadaan yang demikian membatasi peneliti untuk mengkonstruksi distribusi sampling secara empirik.
Logika yang mendasari pengujian hipotesis adalah sebagai berikut. Peneliti menganggap hipotesisnya benar, kemudian dia menggambarkan distribusi sampling hipotesisnya itu. Jika dari distribusi sampling itu data yang dikumpulkan mempunyai kemungkinan terjadi yang tinggi, data itu dinyatakan tidak berkontradiksi dengan hipotesisnya. Sebaliknya jika serangkaian data yang dikumpulkan mempunyai kemungkinan terjadi yang rendah, data itu dinyatakan cenderung berkontradiksi (berlawanan) dengan hipotesisnya. Tinggi rendahnya kemungkinan terjadinya itu ditentukan oleh aturan keputusan uji hipotesis, yang dikenal dengan nama taraf signifikansi.
Taraf signifikansi umumnya dinyatakan dalam persen. Persentase ini menunjukkan besarnya kemungkinan kesalahan dalam kesimpulan yang menolak hipotesis nul di bawah pengandaian hipotesis nul itu benar. Taraf kesalahan itu sering disebut taraf kesalahan tipe I atau taraf
kesalahan alpha. Jadi bila peneliti menentukan taraf signifikansi 5 %, itu berarti ia bersedia/berani menerima kemungkinan kesalahan menolak hipotesis nul yang benar sebanyak-banyaknya 5 %. Komplemen dari taraf signifikansi adalah taraf kepercayaan (confidential). Kemungkinan sebaliknya dari menolak hipotesis nul yang benar, adalah menerima hipotesis nul yang salah. Kemungkinan kesalahan yang timbul dari kesediaan menerima hipotesis nul yang salah ini, disebut dengan kesediaan menerima resiko kesalahan tipe II, atau kesalahan beta. Kedua tipe kesalahan ini sebenarnya dapat digambarkan dalam dua kurva yang berimpitan. Jadi dapat disimpulkan bahwa, terdapat hubungan yang terbalik antara besarnya kesalahan alpha dengan besarnya kesalahan beta. Implikasinya, jika taraf signifikansi diturunkan, kesalahan betanya bertambah besar, da jika taraf signifikansinya dinaikkan, kesalahan betanya bertambah kecil.
Satu hal lagi yang perlu dipahami oleh peneliti dalam kaitan dengan analisis data adalah besarnya koefisien yang didapatkan dari suatu analisis. Hasil analisis selalu harus dipulangkan lagi pada kerangka teori yang telah dirumuskan, karena hasil analisis hanya membuktikan apakah teori yang dirumuskan itu didukung oleh data secara empirik atau tidak. Umpama, dalam suatu penelitian korelasional, peneliti jangan buru-buru menyatakan apalagi menyimpulkan bahwa koefisien korelasi yang signifikan adalah menunjukkan kausalitas. Karena tidak setiap sesuatu yang menunjukkan adanya hubungan (apalagi hanya melihat hasil analisis) bersifat kausal, tetapi peneliti harus mengembalikan hasil itu pada kerangka teori yang dirumuskan, demikian pula pada penelitian-penelitian korelasional yang dikembangkan pada tingkat multivariat.
J. Interpretasi Hasil Penelitian
Suatu hasil analisis cenderung masih faktual, itu artinya harus diberi arti oleh peneliti. Hasil yang didapat dibandingkan dengan hipotesis penelitiannya, dicocokkan dengan hasil univariatnya, didiskusikan dan diadakan pembahasan. Dalam interpretasi inilah peneliti harus membahas apa arti penemuannya itu, baik demi kepentingan praktis maupun demi pengembangan ilmu. Kecendikiawanan peneliti akan tampak dengan jelas pada aspek ini, bagaimana dia memaknai hasil penelitiannya dengan mengkaitkan dengan berbagai aspek yang relevan. Untuk itu dibutuhkan wawasan yang luas mengenai topik yang diangkat dalam penelitiannya, sehingga dapat memberikan pembahasan yang mantap dan tajam.