Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan
arti kata propaganda adalah penerangan atau
penjelasan suatu paham atau pendapat yang benar atau salah, yang dikembangkan
dengan tujuan untuk meyakinkan orang agar menganut suatu aliran, sikap, atau
arah tindakan tertentu. Hal seperti ini cenderungdisertai dengan janji yang
muluk-muluk.
Sementara menurut Wikipedia,
propaganda berasal dari bahasa latin modern “propagare” yang berarti
mengembangkan atau memekarkan rangkaian pesan yang bertujuan untuk memengaruhi
pendapat dan kelakuan masyarakat atau sekelompok orang. Propaganda tidak
menyampaikan informasi secara obyektif, tetapi memberikan informasi yang
dirancang untuk memengaruhi pihak yang mendengar atau melihatnya.
Menurut Garth S. Jowett and
Victoria O'Donnell; Propaganda adalah usaha dengan sengaja dan sistematis,
untuk membentuk persepsi, memanipulasi pikiran, dan mengarahkan kelakuan untuk
mendapatkan reaksi yang diinginkan penyebar propaganda. Definisi ini menjelaskan
bahwa propaganda kadang menyampaikan pesan yang benar, namun seringkali
menyesatkan dimana umumnya isi propaganda hanya menyampaikan fakta pilihan yang
dapat menghasilkan pengaruh tertentu atau lebih menghasilkan reaksi emosional
daripada reaksi rasional. Tujuannya adalah untuk mengubah pikiran kognitif
narasi subjek dalam kelompok sasaran untuk kepentingan tertentu.
Pakar politik Harold Lasswell
berteori kekuatan propaganda berhulu pada kerentanan kondisi pemikiran orang
pada umumnya. Menurut Lasswell, depresi ekonomi dan konflik politik telah
menjadi faktor yang memungkinkan seseorang kehilangan nalar kritisnya sehingga
dengan mudah menerima segala bentuk propaganda. Konfrontasi kepentingan sehari-hari
dalam kehidupan personal cukup banyak dan cukup melelahkan. Kecenderung ini
membuat banyak kalangan melihat propaganda sebagai hal yang menyenangkan dan beranggapan
bahwa hal tersebut merupakan jalan keluar untuk mengatasi permasalahan hidup mereka. Propaganda
seringkali dimunculkan dalam bentuk simbol kolektif atau simbol utama yang
dipadu dengan emosi yang kuat, sehingga memiliki kekuatan untuk menstimulasi
tindakan massa.
Walter Lippmann, seorang kolumnis
surat kabar New York Times menulis pandangannya dengan judul “ Public Opinion Formation “dengan
singgungan utamnya pada kelangsungan hidup dalam garis politik beraliran demokrasi.
Demokrasi telah berperan aktif untuk melakukan perubahan besar pada peran media
terhadap arus informasi. Sedemikian besar peran media dan pesatnya arus
informasi membuat Lippmann meragukan kesanggupan masyarakat mampu memilah, mampu
menalar fakta dan tidak menelan bulat-bulat
informasi yang disodorkan oleh media. Masyarakat
mampu untuk tidak terjun bebas dengan penuh rasa percaya kepada literasi subjektivitas.
Mengapa rasa percaya ini perlu dikendalikan ? Hal ini saling berkaitan antara
pihak jurnalis dan pembacanya. Seorang jurnalis yang telah melaksanakan
tanggung jawab profesionalisme dengan sungguh sekalipun saat menyajikan opini
kepada masyarakat masih memiliki resiko penyimpangan makna. Lalu kenapa hal ini
terjadi ? Publik atau pembaca dalam kemajemukannya melakukan intepretasi
pribadi terhadap sesuatu yang tercerap oleh akalnya. Publik lebih memetingkan
subjektivitasnya saat menerima informasi oleh akibat berbagai pengalaman yang
dimilikinya sebagaimana pengetahuan dan emosi yang dimiliki. Masyarakat
cenderung memilih jalan keluar yang instan dan popular dalam mengatasi suatu
persoalan. Mengenai hal ini, Walter Lippmann
mengatakan bahwa setiap individu memiliki bayangan asumsi dalam benak
masing-masing yang berbeda dengan kenyataan di dunia luar tetapi terkadang
mereka sulit melepaskan bayangan itu . Orang akan terpola mengikuti ekspektasi
mereka, ketimbang menerima realitas. Era freedom of press sekarang ini perlu
adanya semacam aparat perantara untuk memberi publik proteksi dari propaganda
serta kontrol media tetapi bukan dengan melakukan sensor media. Solusi terbaik
ialah menempatkan pengawasan pengumpulan dan penyebaran informasi di tangan
teknokrasi yang terpercaya semisal kalangan ahli atau akademisi.
Pandangan filsuf John Dewey,
otoritas menyelesaikan masalah propanda tidak terletak pada lembaga atau
teknokrasi maupun metode-metode ilmiah basis. Sebaliknya, lembaga semacam itu
tidak diperlukan karena masyarakat dapat belajar mempertahankan dirinya
sendiri. Sepanjang hayatnya, Dewey memang tak kunjung letih menyatakan sikap
dan argumennya, yang beranggapan bahwa edukasi masyarakat adalah cara
terefektif dalam upaya menentang totalitarianisme yang diam-diam mulai
menyelusup di dalam demokrasi.
Richard Laitinen dan Richard
Rakos menegaskan bahwa propaganda modern
merupakan pengontrolan perilaku masyarakat melalui manipulasi media yg
difasilitasi oleh
·
Masyarakat halayak yang terbelit dan dilanda
gaya hidup yg mengganggu terus menerus, kurang melek informasi, dan tidak
bergitu terlibat secara politik.
·
Demokrasi yang kemudian membuat tidak adanya
kontrol ketat dari pemerintah dianggap
sebagai karakteristik “masyarakat yang bebas”, padahal sebenarnya hal ini tidak
berarti bahwa informasi yang ada benar-benar bebas.
Propaganda dimulai dari zaman katolik roma th 1622, the
Congregatio de Propaganda Fide dan pada revolusi industri propaganda digunakan
sbg alat marketing untukmempengaruhi konsumen. Propaganda modern pertama kali
berpenetrasi masuk ke Amerika Serikat pada masa Perang Dunia I. Perang
menerapkan teknik propaganda untuk menghimpun sejumlah besar tentara Angkatan
Darat serta menjaga keyakinan para warga sipil selama tahun-tahun sulit itu.
Tak pernah sebelumnya sedemikian banyak orang dapat dimobilisasi untuk pergi
berperang.
Menurut William E Daugherty, ada
3 (tiga) jenis propaganda :
·
Propaganda putih (white propaganda ), yaitu
propaganda yang diketahui sumbernya secara jelas, atau sering disebut sebagai
propaganda terbuka. Misalnya propaganda secara terang-terangan melalui media
massa. Biasanya propaganda terbuka ini juga dibalas dengan propaganda dari
pihak lainya (counter propaganda).
·
Propaganda Hitam (black propaganda), yaitu
propaganda yang menyebutkan sumbernya tapi bukan sumber yang sebenarnya.
Sifatnya terselubung sehingga alamat yang dituju sebagai sumbernya tidak jelas.
·
Propaganda
abu-abu (gray propaganda), yaitu propaganda yang mengaburkan proses
indentifikasi sumbernya.
Penerbit Harcourt, Brace and
Company menyebarkan publikasi berjudul The Fine Art of Propaganda atau yang
sering disebut sebagai the Device of Propaganda (muslihat propaganda) yang
terdiri dari 7 (tujuh) jenis propaganda sebagai berikut :
·
Penggunaan nama ejekan, yaitu memberikan
nama-nama ejekan kepada suatu ide, kepercayaan, jabatan, kelompok bangsa, ras
dll agar khalayak menolak atau mencercanya tanpa mengkaji kebenarannya.
·
Penggunaan kata-kata muluk, yaitu memberikan
istilah muluk dengan tujuan agar khalayak menerima dan menyetujuinya tanpa
upaya memeriksa kebenaranya.
·
Pengalihan,
yaitu dengan menggunakan otoritas atau prestise yang mengandung nilai
kehormatan yang dialihkan kepada sesuatu agar khalayak menerimanya.
·
Pengutipan, yaitu dilakukan dengan cara mengutip
kata-kata orang terkenal mengenai baik tidaknya suatu ide atau produk, dengan
tujuan agar publik mengikutinya.
·
Perendahan diri, yaitu teknik propaganda untuk
memikat simpati khalayak dengan meyakinkan bahwa seseorang dan gagasannya itu
baik.
·
Pemalsuan, yaitu dilakukan dengan cara
menutup-nutupi hal-hal yang faktual atau sesungguhnya dengan mengemukakan
bukti-bukti palsu sehingga khalayak terkecoh.
·
Hura-hura, yaitu propaganda dengan melakukan
ajakan khalayak secara beramai- ramai menyetujui suatu gagasan atau program
dengan terlebih dahulu meyakinkan bahwa yang lainya telah menyetujui.
Propaganda media terutama
bertujuan menyerang otak kita melalui media yang sangat menyenangkan dan
memanjakan, sehingga otak kita sangat mudah sekali terangsang dengan media yang
saat ini berlangsung, sehingga apabila hal-hal yang dimasukkan ke otak kita
sesuatu yang buruk-buruk, pelan-pelan dan tanpa disadari dapat merubah pola
pikir dan pada akhirnya merubah sikap dan kepribadian kita. Dikarenakan
propaganda media berhubungan dengan sistem di otak kita, perlu kita ketahui
juga pembagian kerja otak kita secara kasarnya. Otak manusia secara fungsional
dibagi menjadi tiga, yaitu:
·
Otak reptil, disebut juga Instinctive otomatic
system, jikalau dalam keadaan bahaya biasanya bekerja dengan cepat dan
mengerahkan seluruh kekuatan untuk melawan bahaya itu.
·
Otak mamalia, atau lebih dikenal dengan Lymbic
system, berfungsi untuk mengendalikan emosi dan perasaan.
·
Neo Cortex, berfungsi untuk berfikir,menulis dan
membaca dan melakukan perhitungan yang rumit, perkembangan otak ini dilakukan
dengan melakukan kegiatan sekolah maupun pelatihan-pelatihan.
Otak mamalia, Lymbic system yang
berhubungan dengan emosi atau perasaan begitu mudah dipengaruhi oleh keadaan
sekitar, entah itu disadari atau tidak disadari. Disinilah peran media sebagai
alat propaganda, dimana propaganda akan disusupkan ke system limbic dari otak
kita. Kemampuan system limbic disusupi oleh propaganda ternyata juga
dipengaruhi oleh tipe kepribadian maupun oleh neocortex itu sendiri.