Berbagai peristiwa dalam kehidupan yang menantang adalah hal yang tak mungkin luput dari pengalaman manusia. Sebahagian orang lebih rentan mengalami persoalan kehidupan yang harus dijalaninya bahkan harus mengakhiri sendiri hidupnya. Sebahagian lagi mampu bertahan dan terus berjuang mengatasi persoalan yang ada sampai dirinya tak ada lagi.
Kemelut hidup yang terjadi dalam kehidupan manusia merupakan hal yang biasa oleh karena semua individu yang bernafas harus melewati kemelut hidupnya sendiri. Sebagaimana ia datang sendiri, ia pun harus mengatasinya sendiri. Eksistensi manusia (Drake: Fortune 2001) menjelaskan tentang manusia bahwa keunikan manusia terletak pada kemampuannya menggunakan akal -budi sebagai benteng pertahanan diri. Lebih unik dari dirinya adalah, seperangkat akal budi yang menjadi bekal dari Ketiadaan menjadi Ada lalu Ketiadaan itu Ada. Jika mengacu pada pandangan filsuf abad pertengahan tadi, apakah arti hidup untuk seorang manusia ? Untuk apa ia bersusah payah yang pada akhirnya ia tak akan dikenali lagi.?
Kehadiran seorang manusia ibarat sebuah rencana pembangunan rumah yang petakan lahan tempat bangunan itu berada telah tersedia, batu untuk pondasi, kayu dan segala perlatan untuk membangun sudah tersedia. Rencana pembangunan ini siap untuk dikerjakan dan hanya menunggu seorang mandor yang akan tiba untuk membangunnya. Dengan penuh Ketulusan pemilik bangunan itu berkata kepada mandor itu, “ Bangunlah bagimu sebuah rumah untuk engkau diami dan perbuatlah itu seindah pandangan matamu. Milikilah tanah dan bangunan itu namun sediakan satu kamar bagiKu untuk berdiam semalam didalam rumahmu,”.
Kesepakatan mandor dan tuannya adalah kesepakatan sangat pribadi sifatnya. Sang Tuan dengan penuh rasa tanggung jawab menyiapkan segala sesuatunya untuk mandor yang akan tiba. HIngga seperti tak pernah adil kesepakatan ini. Untuk sebuah bangunan megah yang akan dibangun, pemiliknya hanya berharap mendapatkan satu kamar sebagai tempat untuk mengaso.
Cerita kiasan tentang Sang Tuan dan mandornya adalah kiasan bentuk nilai moralitas yang dinyatakan oleh sang Tuan dengan rasa cinta kasih yang tak berbatas walaupun Sang Tuan tahu akan ketidaksetiaan mandornya. Pengetahun Sang Tuan yang tak berbatas semesta dan kasih sayang yang tulus tak berujung harus mengasuh mandor picik yang mau diakui sebagai cendekiawan dengan hati yang penuh pamrih. Sang Tuan ini mengerti akan kehadiran mandor malas yang menjadi manja dan marah apabila kemalasannya tergugat. Ia pun tahu akan kedegilan hati mandornya sebab makanan yang dikunyah mengandung ragi kebencian, kemaruk dan penghianatan. Inilah dunia materi tempat kehidupan berawal.
Rumahmu adalah tubuhmu. Kemanapun kau arahkan dirimu menurut akal budimu iapun akan merentang jarak dan menyertaimu dengan setia. Selama nafas tetap bertempo, engkau ada dalam kedipan mata. Jika kau menyapa alam ia pun menjawabmu dengan hangat atau dingin tanpa sepatah kata. Jika air matamu mengalir ke sungai Tuhan, Ia pun akan mengganti hati yang remuk dengan iman dan dukacita dengan harapan, JIka Akal budi yang semestinya dipakai untuk membuat rumah yang indah mengapa kau menggugatNya atas nama perasaan dan ilmu pengetahuan demi hak tanpa tanggung jawab.
Inilah Perjanjian dalam keabadian untuk suatu peradaban dalam waktu dan ruang fana.